Rabu, Januari 15, 2014

Senja

Demi waktu senja
sungguh semua dalam nestapa

Selagi pagi
matahari cerah

Membuat tangga, 
untuk memanjat langit

Selagi pagi
menabur benih-benih
menandur pohon buah.

Hama dan gulma
semak berduri
dibasmi!

Demi waktu senja
sungguh semua dalam nestapa

Sebab tak lama, remang datang
Matahari tenggelam
Malam



2014

Senin, Januari 13, 2014

Menjelang Maulid

Pagi, di suatu dusun yang embun
Wajah-wajah merah yang bening
Diatas aspal berpasir, bersepeda usang 
Berbusana gamis, kopyah hitam
Beberapa lainnya berkerudung
Membawa berkat:

Alangkah bahagia!

Kami pun ikut merayakan, Tuan
Masih berbusana tak beda jauh
Compang-camping, lusuh

Kami pun ikut merayakan, Tuan
Dengan dada lebam, mata bengkak
Dan secangkir kopi pahit



Gurah, 11 Rabi'ul Awwal 1435

Minggu, Desember 22, 2013

Hari Ibu


Pagi, aku bersama kopi manis 
buatan nenek. Sedang langit Sumengko
entah kenapa, seolah tak ikut gembira
merayakannya. Padahal ini hari Ibu

Apa karena tiada lagi lilin menyala
kue-kue, bunga-bunga, balon-balon
terompet, tepuk tangan dan nyanyian.
Tak ada ucapan selamat!

Ataukah teringat alangkah nelangsa
nasib Ibunya, Ibu Pertiwi, Ibu Bumi
memandangi mereka gemar adu mulut
bahkan saling sikut demi isi perut


Alangkah sayang, alangkah malang
Betapa nestapa dia!

Kemarin sore, sebelum kucium
punggung tanganmu, pipi kiri juga kanan
kulihat langit cerah yang bening
dalam matamu. O, cantik sekali. Cantik!

Apa kabar Ibu?
semoga Engkau bahagia
dan senantiasa damai sentosa
Amin


Nganjuk, 2013

Minggu, Desember 15, 2013

Ulang Tahun

Pagi yang mendung, seperti ikut tertunduk. Sedih. 
Mendengar kabar tentang umurku
telah hilang setahun
Seolah ikut mengembarakan doa 
Kepadaku

Pada selembar kertas putih
telah merebah sekumpulan cinta
kuamati, aku kenal hurufhuruf ini
titik, garis, kata jadi kalimat
ada kebahagian disitu
mengalir dari hulu nurani, ruhani
jantung lalu dilarung darah
melewati loronglorong melalui
jemari, bergetar di ujung pena
biru:

"Selamat ulang tahun mas. Semoga panjang umur & banyak rejeki. Dari Ayah, Ibu, Lona..."


Dua puluh dua tahun lalu
aku berdiam dalam goa sunyimu, Ibu.
Setelah lama menunggu, di jiwamu, Ayah.
dan selama itu, tak jarang
aku hanya mengundang;

Halilintar yang menyambar-nyambar jantung jadi bergetar. Mengguncang rumah jiwa!
Gempa

Gumpalan mendung hitam
yang meloloskan diri, dari mata kalian.
Jadi hujan deras!
Banjir

Wahai Kau yang menimangku
Wahai Kau yang dadanya sesak olehku
Wahai kau yang mengasih-sayangi sepanjang jalan
Di malam hening tanganmu tengadah
sedang air dimatamu tertumpah

Duh, sungguh segenap seluruh ini
Maaf, ampun, ridhoilah aku.
Darah-dagingmu
...



2013

Selasa, November 05, 2013

Kaukah itu

Selamat pagi, malam
matahari terbit dalam dada
menerangi langit kelam
ruang renung rumah, wangi mimpi

Kaukah itu, serupa malam
yang mengasah asih asuh
luka lelaku rindu
...

Kaukah itu, saat rindu menjadi wirid
atau cinta menjelma warid
alangkah empedu, malam uluk salam
tanpa kau
: Kopi



1 Muharam 1435. Gurah yang resah.

Jumat, Oktober 18, 2013

Menyelamlah

:Bagas, Sa'dul


Pagi, matahari terbit melangit
menyinari gubuk tua yang damai
Namun lunglai. Sedang kau di pantai
O, kenapa hanya di tepian main air
atau membangun serupa istana pasir
aduhai, lepas sepatumu
dan pakaian putih abu-abu
menceburlah menyelam
jangan kalut, jangan takut!
di kedalaman samudra
di antara ikan, karang dan kerang
kau akan menemu
mutiara-mutiara kebijakan
 



Kediri, 18 Oktober 2013.

Rabu, Oktober 02, 2013

lekaslah sembuh, Gus




Aku ingat, saat itu hari raya, dalam keadaan sakit kau paksakan diri menemui dan menjamu kami, meski dengan berpegangan tembok untuk menuju ruang tamu. Kau pakai kaos barcelona, klub kesukaanmu dan sarung hijau. Dalam sebegitu keadaanmu, wajahmu masih senantiasa cerah, senyuman manis cair mengalir. Dan sesekali tawamu terdengar. Indah!
Kemarin, betapa aku terperanjat ketika mengetahui kabarmu yang sudah lebih kurang enam bulan sakit, dan mendadak malam itu di opname, di Purwoasri. Aduh Gusti! Sedih sekali rasanya. Kumenuju ruanganmu, begitu kulihat, kau tersenyum manis. Manis sekali. Sambil berkata, 'eh, mas bandeng...' kulihat tanganmu gemetaran, langsung kuraih, kujabat tanganmu. Kau tahu, tubuhku yang kurus kering ini, bahkan hingga kau kalahkan. Kau makin kurus. Wajahmu putih pucat. Memandangimu, di mataku ini mendadak menggeliat air yang cukup hangat. Dadaku sesak. Suasana menjadi biru, sunyi. Malam berubah kelam. Nelangsa sekali rasanya. Sungguh, kau damai, bahagia menikmati sakit yang bertamu di dirimu. Namun, kami tak sedamai kau. Maka, segeralah sembuh, Gus.
Aku rindu tawamu
Aku rindu candamu
Aku rindu nasehatmu
Aku rindu senandungmu
Aku rindu ngopi denganmu
Aku rindu melek'an denganmu
Aku rindu bakarbakar denganmu
Aku rindu....
Semoga lekas sembuh, Gus